Kamis, 18 September 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
*Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau
melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan
oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung,
televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan
komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan
lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

*Pasal 2
*Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan
terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum,
nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

*Pasal 3
*Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,
berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

*BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
*(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan
seksual.

*Pasal 5 *
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

*Pasal 6
*Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

*Pasal 7
*Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4.

*Pasal 8
*Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi
objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

*Pasal 9
*Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi.

*Pasal 10
*Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam
pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi
seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

*Pasal 11
*Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau
Pasal 10.

*Pasal 12
*Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau
jasa pornografi.

*Pasal 13
*(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

*Pasal 14
*Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat
dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

*Pasal 15
*Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan
kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan
Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

*BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
*Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan
mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

*Pasal 17
*1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,
keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan,
pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap
anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial,
kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

*BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah*

*Pasal 18
*Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

*Pasal 19
*Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah
berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk
pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui
internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.

*Pasal 20
*Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk
pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui
internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan
pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka
pencegahan pornografi di wilayahnya.

*Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
*Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap
pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

*Pasal 22
*(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat
dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak
pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

*Pasal 23
*Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

*BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
*Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

*Pasal 25
*Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi
tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan
cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi
lainnya.

*Pasal 26
*(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses,
memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail
komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data
elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau
penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka
data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik
setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara
pembukaan data elektronik dari penyidik.

*Pasal 27
*Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data,
penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data
tersebut didapatkan.

*Pasal 28 *
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang
diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang
diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan
dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas
kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang
dimusnahkan atau dihapus.

*BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
*(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang
sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan
pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

*BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
*Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

*Pasal 31
*Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

*Pasal 32
*Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).

*Pasal 33
*Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki,
atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana
dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

*Pasal 34
*Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00
(tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

*Pasal 35
*Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi
objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

*Pasal 36
*Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

*Pasal 37
*Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan
atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,
persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

*Pasal 38
*Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33,
Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum
ancaman pidananya.

*Pasal 39
*Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau
jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau
pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

*Pasal 40
*(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut,
baik sendiri maupun bersama sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi
menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus
korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda
dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

*Pasal 41
*Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi
dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

*BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
*Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan
kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

*Pasal 43
*Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana
pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.

*Pasal 44
*Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

*PENJELASAN:

Pasal 4
*Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persenggamaan yang menyimpang" antara lain
persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral
seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekerasan seksual" antara lain persenggamaan yang
didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan
paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan" adalah penampakan tubuh
dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus
pandang.

*Pasal 5
*Yang dimaksud dengan "mengunduh" adalah mengalihkan atau mengambil fail
(file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

*Pasal 6
*Yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan"
misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang
mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau
terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan
tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan
lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di
tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

*Pasal 10
*Yang dimaksud dengan "mempertontonkan diri" adalah perbuatan yang dilakukan
atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan
persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan "pornografi lainnya" antara lain
kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

*Pasal 13
*Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembuatan" termasuk memproduksi, membuat,
memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" termasuk menyebarluaskan, menyiarkan,
mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan,
meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan "penggunaan" termasuk memperdengarkan, mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa "selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)" dalam ketentuan
ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang,
pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "di tempat dan dengan cara khusus" misalnya penempatan
yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak
menampilkan atau menggambarkan pornografi.

*Pasal 14
*Yang dimaksud dengan "materi seksualitas" adalah materi yang tidak
mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak
melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang
menggambarkan lingga dan yoni.

*Pasal 16
*Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi
terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan
perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

*Pasal 19
*Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah
pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

*Pasal 20
*Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah
pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.
***
Sumber :
Mailis Syiar-Islam@yahoogroups.com
http://www.detiknews.com/read/2008/09/16/080110/1006768/10/inilah-isi-ruu-pornografi
Kamis, 18 September 2008

Tidak ada komentar: