Kamis, 09 Oktober 2008

Gerbong Itu Bernama Asia

By : Dedi Wibowo



Di belakang gerbong masinis, ada satu lokomotif berukuran besar.
Gerbong itu bernama Cina. Gerbong yang menarik perhatian banyak pihak dan disebut-sebut salah satu gerbong kecilnya (kebanyakan menyebut Cina) akan menjadi calon masinis kereta api ekonomi dunia yang baru.

Perekonomian dunia tengah bergerak menuju keseimbangan baru. AS melalui
The Fed yang selama ini menjadi satu-satunya penentu pergerakan ekonomi dunia,mendapatkan penyeimbang. Asia dipimpin Jepang dan Cina telah menjadi kekuatan utama penentu ekonomi dunia. Kini bahkan India pun ikut memotori Asia dari wilayah barat.

The Fed selama ini mendominasi penentuan arah pergerakan tingkat suku
Bunga global. The Fed memiliki peran penting, tapi tak lagi menjadi
satu-satunya penentu. Berbagai kekuatan ekonomi dunia lain telah turut menentukan pergerakan tingkat suku bunga dunia.

Terutama Cina yang bergerak maju dengan cepat dan Jepang yang telah
Kembali bangkit dari stagnasi. Keduanya bersama India, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Mesir, dan Turki menjadikan Asia kekuatan besar yang
Memengaruhi pergerakan tingkat suku bunga global.

Selama dua dekade, AS menjadi pusat gravitasi. Itu disebabkan
Konsumsinya yang besar dan ekonomi terus tumbuh. Asia sebagai pemasok konsumsi AS, terus-menerus manut dengan kemauan AS. Namun, sejak 2005 AS kehabisan kemampuannya untuk menstimulasi ekonomi.

Seperti dikutip Antara, Dekan Institut Managemen Asia (AIM), Gracia S
Ugut, berpendapat, kondisi perekonomian AS yang di ambang krisis saat ini menunjukkan negara itu tak lagi menjadi motor penggerak pertumbuhan
Ekonomi dunia. "Motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari AS ke kawasan Asia," ujarnya di Jakarta.

Ia menyarankan agar ASEAN meniru integrasi sistem ekonomi seperti yang
dilakukan Uni Eropa. Meski diakuinya, lebarnya perbedaan sistem dan
kemajuan ekonomi di masing-masing negara ASEAN mempersulit upaya
mengintegrasikan berbagai inisiatif. Contohnya, inisiatif untuk menurunkan bea masuk sering
berbenturan. Pasalnya masing-masing-masing negara berupaya memproteksi
kegiatan industrinya.

Managing Director Head of Wealth Management Strategy Chief Investment
Officer of GPC Research Merrill Lynch, Thomas J Sowanick, menyebut masa
Ini sebagai periode sinkronisasi ekonomi global. Masa AS sudah usai.
Menurut Sowanick, bank sentral negara-negara Asia semakin erat mendekatkan diri.

Perubahan keseimbangan ekonomi dunia itu membuat elemen suku bunga
Semakin normal. Karena itu, investor beralih dari pendekatan suku bunga di banyak negara menjadi lebih tertarik kepada dividen yang dijanjikan pertumbuhan ekonomi di pasar negara berkembang. Sekarang ini, tutur Sowanick, ekonomi dunia cenderung berat ke Asia ketimbang bagian dunia lain.

Di Cina saja, misalnya, nilai investasi asing (foreign direct
investment/FDI) melonjak 75,2 persen selama Januari-Februari 2008.
Menurut Kamar Dagang Cina, negaranya menjadi tujuan investasi menarik bagi investor karena pertumbuhan ekonominya tercepat di dunia.

Dalam pernyataan resminya, PM Cina, Wen Jiabao, mengungkapkan, selama
Januari investasi asing di Cina mencapai 11,2 juta dolar AS atau
Meningkat 109,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara, FDI di bulan Februari mencapai 6,93 juta dolar AS atau naik 38,3 persen dari bulan yang sama tahun lalu.

FDI di bulan Februari memang tidak setinggi Januari. Ini karena di
Bulan tersebut Cina mengalami badai salju yang parah dan mematikan sebagian kawasan.

FDI dan ekspor yang meningkat merupakan faktor utama cadangan devisa
Cina dan likuiditas sistem finansial. Cadangan devisa Cina nyaris merupakan yang tertinggi di dunia. Pada 2007 mencapai 1,53 triliun dolar AS atau meningkat 40 persen dari tahun sebelumnya.

Ke Mana Gerbong Indonesia Mengarah?

Di dalam gerbong besar bernama Asia, negara kita masuk di dalamnya.
Meski bukan primadona, tapi tidak lepas dari lirikan banyak mata. Sumber daya alam yang memang belum habis dikuras menjadi salah satu daya tariknya.

Selama ini Indonesia dicengkeram AS melalui IMF. Lebih dari 30 tahun
IMF menyetir arah ekonomi Indonesia dengan maksud menjadi bemper
Pertumbuhan ekonomi AS. Akibatnya, Indonesia tidak tahu arah mana yang memang menjadi kebutuhannya.

Hingga 1997 Indonesia kena batunya. Krisis ekonomi yang menimpa dengan
Cepat menular ke sektor lain, sehingga memunculkan krisis multidimensi. Krisis yang memayahkan Indonesia karena melumpuhkan ekonomi itu menjadi terburuk ketimbang Perang Dunia II. Memulihkannya tidaklah mudah. Meski sudah lebih dari 10 tahun berlalu, Indonesia boleh dikatakan belum sembuh-sembuh amat.

Masih ada luka yang tersisa.
Indonesia tidak harus berkiblat pada siapa pun karena kita sudah
Keluar dari IMF. Tapi memang hubungan internasional masih sangat dipentingkan. Kita punya bargaining position saat ini," kata ekonom Indef, Aviliani, belum lama ini.

Bagi Indonesia, kata Aviliani, bisa beralih menjadikan Timur Tengah dan
Singapura sebagai sasaran kerja sama investasi. Kedua wilayah itu
Merupakan pemodal besar yang tidak habis memarkirkan dananya di negara tetangga, termasuk Indonesia. Hal itulah yang semestinya bisa dimanfaatkan Indonesia.

Untuk Timur Tengah, menurut dia, akan sangat menarik jika RUU syariah
Segera terbit. Ia menilai, jika dipercepat, aliran dana yang masuk dari Timur Tengah akan jauh lebih besar. Itu akan mengimbangi aliran dari Negara lain, sehingga tumbuh persaingan ketat di Indonesia. "Kita yang diuntungkan dengan itu," ujarnya.

Singapura, katanya, sudah melakukan langkah antisipasi sejak lama.
Caranya dengan mengundang mahasiswa Indonesia bersekolah di sana. Tujuannya agar mereka bisa menjadi pembuat kebijakan di kampung halaman saat mereka lulus kelak.

Pasalnya, Singapura memang membutuhkan kebijakan ekonomi di luar negeri
Yang harmonis dengan kebijakannya. Dan memang selama ini, Indonesia
Merupakan lahan berkegiatan ekonomi Singapura.

Inflasi Membuat Sebagian Anak-anak AS Hidup Miskin

Hidayatullah.com-Meningkatnya inflasi di AS, menyebabkan seperenam
anak-anak di negara ini hidup dalam kemiskinan. Kementerian Tenaga Kerja AS kemarin mengungkapkan, tahun kemarin harga-harga barang di tingkat grosir AS melonjak hingga 7 persen sementara inflasi meningkat 2,7 persen.

Laporan media-media AS selama ini memberitakan bahwa kenaikan harga dan
inflasi saat ini mencapai rekor terburuk sejak 33 tahun terakhir.
Padahal pendapatan warga AS tak juga bertambah.

Berita lainnya menyebutkan, biaya pengobatan di Negeri Paman Sam juga
mengalami kenaikan. Kian mahalnya biaya kesehatan di AS ini merupakan
salah satu biang terbesar krisis ekonomi di AS.

Di sisi lain, melonjaknya harga minyak mentah dunia, menyebabkan harga
bensin di AS juga mengalami kenaikan. Sebagian besar warga AS lebih
memilih memenuhi kebutuhan mendasarnya ketimbang membayar mahalnya harga bensin.
***

Sumber :
Mailis Pramuka@yahoogroups.com
Kamis, 9 Oktober 2008

Tidak ada komentar: