Rabu, 19 November 2008

Mengantisipasi Bencana Tsunami

Bencana Tsunami memang sulit diprediksi kapan terjadinya, tetapi
bersiap mengantisipasinya pun rasanya jadi pekerjaan yang jauh lebih
sulit.

Sistem peringatan dini yang efektif itu menjadi topik pada "Workshop
on The Application of Paleotsunami Science to Tsunami Mitigation in
Indonesia" di LIPI Bandung akhir pekan lalu.

Paleotsunami sendiri merupakan tsunami purba. Dari jejak masa lalu itu
diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang adanya tsunami dimasa
lalu. Toh, kejadian alam tampaknya adalah sebuah pengulangan dan
berpotensi kembali terjadi dikemudian hari.

Tinggal berapa besar kekuatannya saat menghantam daratan, inilah yang
sering mengundang penasaran. Namun itu bisa diprediksi dengan simulasi
yang ilmiah.

Dari sanalah langkah mitigasi berbasis. Satu yang pasti, tsunami
dipicu oleh gempa besar dan dapat dijadikan petunjuk bagi warga yang
merasakan. Tsunami Aceh 2004 muncul setelah digedor gempa berkekuatan
8,9 SR, demikian pula tsunami di Pangandaran dan selatan Jateng
terjadi usai gempa 6,8 SR pecah di Samudra Hindia pada 2006 lalu.

"Sekitar 90 persen tsunami dibangkitkan oleh gempa. Tsunami adalah
ikutan gempa," tegas peneliti tsunami, Dr Hamzah Latief.

Beberapa kali tsunami melanda kawasan tertentu, inilah yang dicoba
dicari jawabannya. Namun penelitian atas paleotsunami masih minim.
Catatan sejarah juga tidak berpihak. Nota tentang kejadian tsunami di
Indonesia hanya mencakup rentang waktu yang sangat pendek, dimulai 400
tahun yang lalu.

"Kejadian-kejadian tsunami sendiri biasanya memiliki waktu perulangan
lebih dari 400 tahun," tandas peneliti paleotsunami Pusat Geoteknologi
LIPI, Dr Eko Yulianto.

Eko bersama rekan-rekannya sedang meneliti tsunami di selatan Jawa
atas kejadian tsunami Pangandaran 2006. Berdasarkan penelitiannya, dia
mengungkapkan perkiraan adanya tsunami serupa dikawasan itu pada tahun
1921 melalui berkas endapan yang ditelisik timnya.

"Untuk lebih meyakinkan kami akan teliti pula endapan-endapan di
daerah-daerah lain seperti kawasan pantai Cilacap dan Sukabumi,"
katanya.

Kegunaan Alat

Hasil penelitian itu jelas akan berbicara banyak. Tapi
sejauh mana masyarakat meresponnya, inilah yang menjadi pertanyaan.
Pasalnya para pembicara dalam workshop itu ragu akan keefektivitasan
sistem peringatan dini yang mengutamakan teknologi usai tsunami
mengguncang negeri ini.

Alat-alat tersebut akan berguna apabila gempa berikut
tsunami susulannya memang memberikan kesempatan untuk lari kepada
masyarakat sedikitnya 30 menit, karena episentrumnya kemungkinan jauh
dari daerah terpaan. Dibawah limit itu, tampaknya masih perlu
diformulasikan.

"Ada kesan keberadaan teknologi menjadi penting. Padahal
alat peringatan dini tsunami seperti buoy yang dipasang disejumlah
pantai hendaknya dilengkapi pula dengan karakteristik wilayahnya
terkait jejak tsunami di kawasan itu. Bisa-bisa target dan kegunaan
alat itu menjadi tidak jelas," kata peneliti gempa, Dr Danny Hilman
Natawijaya.

Kebiasaan setempat akhirnya menjadi poin yang kembali
menjadi perhatian. Pengetahuan tradisional seperti smong yang
menyelamatkan banyak warga Simeuleu dari tsunami Aceh merupakan
warisan yang berharga.

Pengetahuan serupa seharusnya mulai mendapat perhatian
masyarakat yang memiliki kawasan rawan tsunami. Rasanya kebiasaan itu
juga tidak sulit untuk untuk dijadikan "buah bibir".

Dua kejadian tsunami tentunya menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang berguna sebagai bahan rujukan, sebagai
persiapan generasi berikutnya agar bersiap diri menghadapi tsunami
berikutnya yang bisa menyisakan bencana.

Tidak dalam jangka pendek manfaatnya, karena periode
tsunami bisa mencapai ratusan tahun. Anggaplah ini sebuah investasi
jangka panjang. Persoalannya, berapa lama kekonsistenan kita mampu
menjaga investasi itu.

"Bukan apa-apa, mengurus banjir yang tiap tahun datang
saja kita repot, apalagi periode panjang seperti ini," kata Danny
Hilman menyentil keseriusan semua pihak dalam merespon kejadian diatas
normal itu. (Setiady Dwie-60)

sumber :
Suara Merdeka, edisi Selasa 11 November 2008

Tidak ada komentar: