Jumat, 26 Desember 2008

UU Badan Hukum Pendidikan Dinilai Legalkan Guru Kontrak

UU Badan Hukum Pendidikan Dinilai Legalkan Guru Kontrak
Sistem kontrak membuat posisi tawar guru semakin lemah.

JAKARTA -- Ketua Forum Guru Independen Indonesia Suparman menilai
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak berpihak kepada guru,
terutama guru nonpegawai negeri sipil. "Ada celah yang diberikan
kepada Badan Hukum Pendidikan untuk mengangkat guru kontrak," kata dia
kepada Tempo kemarin.
Dalam Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan disebutkan,
pendidik dan tenaga kependidikan membuat perjanjian kerja dengan
pemimpin organ pengelola badan hukum pendidikan pemerintah, badan
hukum pendidikan pemerintah daerah, dan badan hukum pendidikan
masyarakat.
Dalam ayat 5 juga dijelaskan, pengangkatan atau pemberhentian jabatan
serta hak dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan dalam status
ditetapkan dengan perjanjian kerja berdasarkan anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serta peraturan perundang-undangan.
Pasal-pasal itu, kata Suparman, membuka peluang kepada badan hukum
pendidikan untuk membuat perjanjian kerja berkala dengan pendidik
(kontrak), yang membuat guru nonpegawai negeri sipil akan semakin
sulit memperoleh status pendidik tetap.
Sistem kontrak ini, kata Suparman, akan membuat posisi guru semakin
lemah dan daya tawarnya berkurang. "Guru jadi rentan terkena pemutusan
hubungan kerja," kata dia.
Dari 920.702 orang tenaga honorer yang terdaftar di Badan Kepegawaian
Nasional (digaji dengan anggaran pendapatan dan belanja
negara/anggaran pendapatan dan belanja daerah), ia menjelaskan ada
351.505 orang (38 persen) yang merupakan tenaga honorer. Semua tenaga
honorer itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005,
akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil hingga 2009.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo menyatakan, dari 1,2
juta guru swasta di Indonesia, sekitar 600 ribu tergabung di PGRI.
"Dari mereka yang tergabung sekitar 110 ribu adalah tenaga honorer,"
kata dia. Hingga saat ini PGRI belum memiliki data yang pasti tentang
jumlah tenaga honorer swasta di Indonesia.


Sebenarnya, ia menjelaskan, Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan
mengamanatkan adanya perwakilan pendidik di dalam struktur
kepemimpinan badan hukum pendidikan. Namun, Suparman ragu perwakilan
pendidik itu mau dan mampu memperjuangkan nasib rekannya. Guru
nonpegawai negeri sipil, dia menambahkan, kerap bermasalah dalam
hubungan kerja. "Tidak semua yayasan peduli nasib pendidiknya," kata
dia.
Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta Pusat Achmad Fathoni
Rodli menyatakan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan harus dilengkapi
peraturan pendukung, seperti peraturan pemerintah atau peraturan
menteri. Alasannya, kata dia, banyak pasal dalam undang-undang itu
yang belum menjelaskan implementasi peraturan setelah disahkan.
Salah satunya, payung hukum yang mengatur pertentangan atau konflik
antara guru dan yayasan. "Seharusnya disediakan peraturan perundangan
atau mahkamah pendidikan," kata dia. Saat ini setiap pertentangan
diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial.
Soal ini, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Fasli Jalal menyatakan guru berstatus pegawai negeri sipil
maupun yang tidak telah dilindungi oleh Undang-Undang Guru dan Dosen.
"Tidak ada perbedaan," kata dia. REH ATEMALEM SUSANTI

sumber :
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/22/Nasional/krn.20081222..151693.id.html

Tidak ada komentar: